PROFIL 2015

 

 BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional  yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan pembangunan kesehatan mestilah dilaksanakan dengan perencanaan program pembangunan kesehatan yang baik sesuai dengan kebutuhan, terarah, menyeluruh dan berkesinambungan oleh segenap bangsa Indonesia; baik oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten / kota, maupun oleh sektor swasta dan masyarakat.Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan kesehatan nasional tersebut, salah satu upaya yang dikembangkan adalah Sistem Informasi Kesehatan.

Sistem Informasi Kesehatan bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri,  melainkan bagian fungsional dari Sistem Kesehatan yang dibangun dari himpunan  atau jaringan sistem-sistem informasi kesehatan, baik yang telah lama ada  maupun  yang baru diadakan,  baik manual  maupun  elektronis.

Kegiatan pengembangan Sistem Informasi Kesehatan yang dilaksanakan  diantaranya  adalah pengemasan data dan informasi kesehatan dalam bentuk penyusunan buku Profil Kesehatan Kabupaten / Kota. Profil Kesehatan diupayakan untuk lebih berkait dengan Sistem Kesehatan.

Profil Kesehatan Kabupaten Banyuasin Tahun 2015 memuat berbagai data tentang kesehatan, yang meliputi situasi derajat kesehatan, situasi upaya kesehatan, dan situasi sumber daya kesehatan di Kabupaten Banyuasin selama tahun 2015. Profil kesehatan ini juga menyajikan data pendukung lain yang berhubungan dengan kesehatan seperti data kependudukan, dan data lingkungan.

Data dan informasi merupakan sumber daya yang sangat strategis bagi suatu organisasi yang melaksanakan prinsip – prinsip manajemen modern, yaitu sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan. Ketersediaan data dan informasi yang akurat, cepat, tepat dan terkini juga dapat menggambarkan performance manajemen dari suatu organisasi.

Bidang kesehatan memiliki aspek yang sangat luas sehingga kebutuhan akan data dan informasi yang akurat, cepat, tepat dan terkini sangat besar. Pelayanan kesehatan tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah akan tetapi juga oleh sector swasta. Pelayanan kesehatan oleh pemerintah memiliki struktur organisasi yang berjenjang hingga ke tingkat desa.

Tujuan utama diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten Banyuasin Tahun 2015 ini adalah:

  1. Diperolehnya gambaran keadaan kesehatan masyarakat di Kabupaten Banyuasin tahun 2015.
  2. Sebagai salah satu sarana evaluasi terhadap tingkat pencapaian kinerja penyelenggaraan program-program kesehatan di Kabupaten Banyuasin, khususnya selama tahun 2015, yang diukur melalui Indikator Kinerja SPM (Standar Pelayanan Minimal) bidang Kesehatan.

Profil ini juga merupakan salah satu sarana pemantau pencapaian visi “Banyuasin Sehat dan Berkualitas tahun 2018”. Hasil evaluasi akan sangat bermanfaat untuk perencanaan dan perbaikan penyelenggaraan pembangunan kesehatan di masa mendatang.

Profil Kesehatan Kabupaten Banyuasin Tahun 2015 ini disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar yang terbagi dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut :

 

Bab I  – Pendahuluan.

Bab ini menyajikan tentang tujuan penyusunan Profil Kesehatan dan sistematikanya

 

Bab II – Gambaran Umum.

Bab ini menyajikan gambaran umum dalam hal Keadaan Geografi, Keadaan Demografi, Keadaan Lingkungan dan Keadaan Perilaku Masyarakat di Kabupaten Banyuasin

 

Bab III – Situasi Derajat Kesehatan.

Bab ini berisi uraian tentang indikator keberhasilan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tahun 2015 yang mencakup tentang angka kematian, angka kesakitan, dan angka status gizi

Bab IV – Situasi Upaya Kesehatan.

Bab ini merupakan penggambaran dari upaya Pelayanan Kesehatan Dasar, Pelayanan Kesehatan Rujukan, Pemberantasan Penyakit Menular, Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar, Perbaikan Gizi Masyarakat dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.

 

Bab V – Situasi Sumber Daya Kesehatan.

Bab ini menguraikan tentang Keadaan Sarana Kesehatan, Tenaga Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan dan Sarana Informasi Kesehatan

 

Bab VI – Kesimpulan

Bab ini memuat hal-hal yang perlu disimak dan ditelaah lebih lanjut, berkaitan dengan keberhasilan-keberhasilan dan hal-hal yang masih dianggap kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Kabupaten Banyuasin

 

 

BAB II

GAMBARAN UMUM

 

  1. LETAK GEOGRAFIS DAN LUAS WILAYAH

Kabupaten Banyuasin adalah salah satu Kabupaten yang ada di Propinsi Sumatera Selatan, terletak di pantai timur Sumatera. Wilayahnya seluas 11.832,99 km2 (sekitar 12,18% dari luas Propinsi Sumatera Selatan).

 

Gambar 2.01. Peta Wilayah Kabupaten Banyuasin

Kabupaten Banyuasin terletak di antara 1,30 – 40 Lintang Selatan dan 1040 40’ – 1050 15’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sbb :

  • Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Muara Jambi Provinsi Jambi dan Selat Bangka,
  • Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Air Sugihan dan Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
  • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sira Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir; Kota Palembang; Kecamatan Gelumbang dan Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim,
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Lais, Kecamatan Sungai Lilin dan Kecamatan Bayung Lincir Kabupaten Musi Banyuasin,

 

  1. KEADAAN ALAM

 

  1. Iklim dan Curah Hujan

Wilayah Kabupaten Banyuasin memiliki iklim tropis basah dengan dua musim (hujan dan kemarau), atau tipe iklim B1 menurut klasifikasi Oldemand. Suhu rata-rata 26,10-27,40 Celcius. Kelembaban relatif 69,4%-85,5%. Variasi curah hujan antara 1,07–13,32  mm  sepanjang tahun. Rata-rata curah hujan 2,723 mm/tahun.

 

  1. Topografi
Gambar 2.02. Bentang Alam Wilayah Kabupaten Banyuasin

Sebagian besar (80%) dari wilayah Kabupaten Banyuasin memiliki topografi datar berupa lahan rawa pasang surut dan rawa lebak. Sedangkan selebihnya (20%) berupa lahan kering yang berombak sampai bergelombang (berbukit-bukit) dengan sebaran ketinggian antara 0-40 meter di atas permukaan laut. Lahan rawa pasang surut terletak di sepanjang Pantai Timur sampai ke pedalaman, meliputi wilayah Kecamatan Banyuasin I, Air Kumbang, Muara Padang, Muara Sugihan, Air Saleh, Makarti Jaya, Muara Telang, Sumber Marga Telang, Banyuasin II, Pulau Rimau, sebagian Kecamatan Talang Kelapa, sebagian Kecamatan Banyuasin III, sebagian Kecamatan Betung dan sebagian Kecamatan Tungkal Ilir.

Selanjutnya lahan rawa lebak terdapat di Kecamatan Rantau Bayur, sebagian Kecamatan Rambutan, sebagian kecil Kecamatan Banyuasin I dan Kecamatan Banyuasin III. Sedangkan lahan kering dengan topografi agak bergelombang terdapat di sebagian besar Kecamatan Betung, Kecamatan Banyuasin III, Kecamatan Talang Kelapa serta sebagian kecil Kecamatan Rambutan.

 

  1. Hidrologi

Berdasarkan sifat tata air, wilayah Kabupaten Banyuasin dapat dibedakan menjadi daerah dataran kering dan daerah dataran basah yang sangat dipengaruhi oleh pola aliran sungai. Aliran sungai di daerah dataran kering berpola aliran dendritik (yaitu pola aliran sungai seperti percabangan pohon dimana anak-anak sungai berkumpul bermuara ke sungai utama dengan membentuk sudut yang tidak beraturan, baik lancip maupun tumpul). Sedangkan aliran sungai di daerah dataran basah (rawa lebak dan rawa pasang surut) berpola rectangular (yaitu anak-anak sungai yang menuju induk sungai membentuk sudut siku-siku, belokan terjadi dengan tiba-tiba). Lokasi bagian tengah di setiap daerah itu sering dijumpai genangan air yang cukup luas. Aliran sungai-sungai tersebut bermuara di Selat Bangka. Persinggungan daratan Kabupaten Banyuasin dengan Selat Bangka membentuk garis pantai sepanjang lebih dari 150 Km.

Beberapa sungai besar (Sungai Musi, Sungai Banyuasin, Sungai Calik, Sungai Telang, Sungai Upang dan yang lainnya) berperan sebagai jalur transportasi yang sangat penting bagi penduduk, dengan menggunakan sarana transportasi perahu, tongkang, speedboat. Selain itu, di sepanjang daerah  alirannya,  sungai – sungai  itu  juga  berperan  penting  sebagai sumber penghidupan bagi para nelayan.

Kondisi geografis dengan banyak sungai dan rawa-rawa tersebut menjadi suatu tantangan tersendiri yang tidak ringan bagi Tenaga Kesehatan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

 

  1. Keadaan Tanah

Ada 4 jenis tanah di Kabupaten Banyuasin, yaitu :

  1. Organosol: terdapat di dataran rendah/rawa-rawa.
  2. Klei Humus: terdapat di dataran rendah/rawa-rawa.
  3. Alluvial: terdapat di sepanjang sungai.
  4. Podzolik: terdapat di daerah berbukit-bukit.

 

  1. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Kabupaten Banyuasin merupakan pemekaran dari Kabupaten Musi Banyuasin, diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI  pada tanggal 2 Juli 2002 sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin. Ibukota Pangkalan Balai.

Sejak dibentuk tahun 2002, Kabupaten Banyuasin mengalami beberapa kali pemekaran wilayah kecamatan dan desa/ kelurahan. Hasil dari pemekaran wilayah terakhir ini, Kabupaten Banyuasin terbagi dalam 19 wilayah kecamatan dengan jumlah desa/ kelurahan masih tetap sebanyak 304 desa/ kelurahan.

Jarak terjauh Ibukota Kecamatan dan Ibukota Kabupaten sekitar 183 km dengan waktu tempuh kurang lebih 5 jam perjalanan dengan transportasi air + darat. Sedangkan jarak antara Ibukota Kabupaten (Pangkalan Balai) dengan ibukota Propinsi (Palembang) adalah 45 km yang dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 1,5 jam dengan menggunakan kendaraan roda empat (mobil). Pangkalan Balai, ibukota Kabupaten Banyuasin, terletak di Jalur Lintas Timur Sumatera yang menghubungkan Kota Palembang dan Kota Jambi.

 

Tabel II.1. Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kel Per Kecamatan & Ibukota Kecamatan Dalam

Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

 

No Nama Kecamatan Luas

(Km2)

Jumlah Ibukota Kecamatan
Desa Kelu-rahan Desa + Kel Lokasi Jarak ke Ibukota Kab.
1. Rambutan 450,04 19 0 19 Rambutan 85 Km
2. Banyuasin I 186,69 11 2 13 Mariana 60 Km
3. Air Kumbang 328,56 16 0 16 Cinta Manis Baru 80 Km
4. Muara Padang 917,60 15 0 15 Sumber Makmur 150 Km
5. Muara Sugihan 696,40 22 0 22 Tirta Harja 183 Km
6. Air Saleh 311,57 14 0 14 Saleh Mukti 110 Km
7. Makarti Jaya 300,28 11 1 12 Makarti Jaya 100 Km
8. Sumber Marga Telang 174,89 10 0 10 Muara Telang 100 Km
9. Muara Telang 341,57 16 0 16 Telang Jaya 85 Km
10. Tanjung Lago 802,42 15 0 15 Tanjung Lago 73 Km
11. Talang Kelapa 439,43 6 6 12 Sukajadi 35 Km
12. Rantau Bayur 556,91 21 0 21 Pengumbuk 18 Km
13. Sembawa 196,14 11 0 11 Lalan Sembawa 15 Km
14. Banyuasin III 294,20 21 5 26 Pangkalan Balai 3 Km
15. Betung 354,41 9 2 11 Betung 23 Km
16. Suak Tapeh 312,70 11 0 11 Lubuk Lancang 10 Km
17. Tungkal Ilir 648,14 14 0 14 Sidomulyo 145 Km
18. Pulau Rimau 888,64 29 0 29 Teluk Betung 37 Km
19. Banyuasin II 3.632,40 17 0 17 Sungsang 115 Km
JUMLAH 11.832,99 288 16 304    
  1. KEPENDUDUKAN

 

Gambar 2.03. Jumlah Penduduk Kabupaetn Banyuasin

Tahun 2003 s/d 2015

 

Gambar 2.04. Kepadatan Penduduk Kabupaten Banyuasin

Tahun 2003 s/d 2015

 

Penduduk Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 berjumlah 811.501 jiwa, laki-laki 414.161 jiwa dan perempuan 397.340 jiwa dengan kepadatan penduduk 68,6 jiwa per km.

TABEL II.2. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

NO KECAMATAN LUAS JUMLAH PENDUDUK KEPADATAN
WILAYAH PENDUDUK
(km2) per km2
1 RAMBUTAN 450,04 44.521 98,93
2 BANYUASIN I 186,69 54.046 289,50
3 AIR KUMBANG 328,56 22.182 67,51
4 MUARA PADANG 917,60 31.471 34,30
5 MUARA SUGIHAN 696,40 39.317 56,46
6 AIR SALEH 311,57 36.366 116,72
7 MAKARTI JAYA 300,28 30.643 102,05
8 SUMBER MARGA TELANG 174,89 26.035 148,87
9 MUARA TELANG 341,57 37.690 110,34
10 TANJUNG LAGO 802,42 37.475 46,70
11 TALANG KELAPA 439,43 135.005 307,23
12 RANTAU BAYUR 556,91 40.887 73,42
13 SEMBAWA 196,14 30.969 157,89
14 BANYUASIN III 294,20 63.538 215,97
15 BETUNG 354,41 14.526 40,99
16 SUAK TAPEH 312,70 41.657 133,22
17 TUNGKAL ILIR 648,14 18.392 28,38
18 PULAU RIMAU 888,64 40.025 45,04
19 BANYUASIN II 3.632,40 66.756 18,38
JUMLAH (KAB/KOTA) 11.833,0 811.501 68,58

 

 

  1. WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Dalam rangka melaksanakan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat, maka dibentuklah Puskesmas-Puskesmas beserta jaringannya. (dibahas lebih lanjut pada BAB IV tentang Sumber Daya Kesehatan).

Berdasarkan Peraturan Bupati Banyuasin Nomor 75.a Tahun 2015, Tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dalam Jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin, Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan fungsional dalam wilayah kecamatan yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya. Pada tahun 2015 di Kabupaten Banyuasin terdapat 31 Puskesmas

Puskesmas rawat jalan adalah puskesmas yang memberikan pelayanan pengobatan dengan tidak harus menginap di fasilitas pelayanan kesehatannya baik di dalam gedung ataupun di luar gedung.

Puskesmas rawat inap adalah puskesmas yang selain memberikan pelayanan rawat jalan juga diberikan tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong penderita gawat darurat, baik merupakan tindakan operatif terbatas maupun rawat inap sementara.

Sementara puskesmas poned adalah puskesmas yang mempunyai fasilitas dan kemampuan untuk melakukan penanganan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal dasar dan siap 24 jam sebagai mrujukan antara kasus-kasus rujukan dari polindes dan puskesmas non perawatan.

Puskesmas Perawatan terdiri dari Puskesmas Betung Kota, Puskesmas Dana Mulya, Pangkalan Balai, Puskesmas Kenten Laut, Puskesmas Sukajadi, Puskesmas Mariana, Puskesmas Sungai Dua, Puskesmas Daya Utama, Puskesmas Makarti Jaya, Puskesmas Karang Agung Ilir, Puskesmas Sungsang, Puskesmas Telang Jaya Telang dan Puskesmas Muara Telang. Sedangkan Puskesmas Non Perawatan terdiri dari Puskesmas Semuntul, Puskesmas Pengumbuk, Puskesmas Talang Jaya Betung, Puskesmas Suak Tapeh, Puskesmas Sumber, Puskesmas Mekarsari, Pukesmas Karang Manunggal, Puskesmas Sukaraja, Puskesmas Sidomulyo, Puskesmas Petaling, Puskesmas Sembawa, Puskesmas Gasing, Puskesmas Tanjung Lago, Puskesmas Cinta Manis, Puskesmas Simpang Rambutan, Puskesmas Margo Mulyo dan Puskesmas Tirta Harja.

Sedangkan yang merupakan Puskesmas Poned adalah Puskesmas Betung Kota, Puskesmas Dana Mulya, Puskesmas Pangkalan Balai, Puskesmas Sukajadi, Puskesmas Sungai Dua, Puskesmas Daya Utama, Puskesmas Makarti Jaya, dan Puskesmas Sungsang.

 

 

 

Tabel II.3. Koordinat Lokasi Puskesmas di Kabupaten Banyuasin

Tahun 2015

 

No NAMA PUSKESMAS LINTANG / LATITUDE BUJUR / LONGITUDE
N/S D M S W/E D M S
1  Simpang Rambutan S 3 º 7’ 46,4” E 104 º 54’ 40,2”
2  Sungai Dua S 3 º 3’ 25,2” E 104 º 51’ 55,8”
3  Mariana S 2 º 57’ 49,8” E 104 º 52’ 43,0”
4  Cinta Manis S 2 º 55’ 31,1” E 105 º 0’ 4,0”
5  Daya Utama S 2 º 35’ 27,1” E 105 º 6’ 42,9”
6  Margo Mulyo S 2 º 31’ 50,0” E 105 º 10’ 15,9”
7  Tirta Harja S 2 º 27’ 54,0” E 105 º 12’ 22,0”
8  Srikaton S 2 º 42’ 22,8” E 105 º 0’ 32,4”
9  Makarti Jaya S 2 º 29’ 4,5” E 104 º 58’ 15,2”
10  Muara Telang S 2 º 31’ 1,7” E 104 º 49’ 30,8”
11  Telang Jaya Telang S 2 º 40’ 24,8” E 104 º 54’ 6,8”
12  Tanjung Lago S 2 º 43’ 41,1” E 104 º 42’ 34,4”
13  Kenten Laut S 2 º 53’ 38,9” E 104 º 46’ 16,8”
14  Gasing Laut S 2 º 48’ 16,7” E 104 º 44’ 12,1”
15  Sukajadi S 2 º 54’ 43,8” E 104 º 39’ 10,0”
16  Semuntul S 3 º 1’ 29,5” E 104 º 36’ 17,3”
17  Pengumbuk S 2 º 58’ 38,5” E 104 º 18’ 2,7”
18  Sembawa S 2 º 55’ 33,0” E 104 º 32’ 34,7”
19  Pangkalan Balai S 2 º 53’. 24,5” E 104º 24’ 4,5”
20  Petaling S 2 º 55’ 50,6” E 104 º 18’ 4,1”
21  Talang Jaya Betung S 2 º 52’ 7,5” E 104 º 15’ 20,4”
22  Betung Kota S 2 º 50’ 55,0” E 104 º 14’ 26,0”
23 Suak Tapeh S 2 º 51’ 25,2” E 104 º 21’ 18,3”
24  Sukaraja S 2 º 35’ 11,6” E 104 º 12’ 28,7”
25 Sido Mulyo S 2 º 29’ 19,5” E 104 º 14’ 18,8”
26  Teluk Betung S 2 º 40’ 25,0 E 104 º 19’ 35,7”
27  Dana Mulya S 2 º 34’ 57,3” E 104 º 26’ 22,1”
28  Mekarsari S 2 º 33’ 58,5” E 104 º 34’ 23,0”
29  Karang Manunggal S 2 º 25’ 17,8” E 104 º 32’ 2,8”
30  Karang Agung Ilir S 2 º 16’ 26,5” E 104 º 40’ 4,5”
31  Sungsang S 2 º 21’ 48,0” E 104 º 54’ 10,0”

Sumber : Dinkes Kab Banyuasin 2015

Tabel II.4. Jumlah Desa/Kelurahan & Jumlah Penduduk Per Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

No NAMA PUSKESMAS KECAMATAN JUMLAH
DESA KEL DESA+KEL
1  Simpang Rambutan  Rambutan 12 0 12
2  Sungai Dua  Rambutan 7 0 7
3  Mariana  Banyuasin I 11 2 13
4  Cinta Manis  Air Kumbang 16 0 16
5  Daya Utama  Muara Padang 15 0 15
6  Margo Mulyo  Muara Sugihan 10 0 10
7  Tirta Harja  Muara Sugihan 12 0 12
8  Srikaton  Air Saleh 14 0 14
9  Makarti Jaya  Makarti Jaya 11 1 12
10  Muara Telang  Sumber Marga Telang 10 0 10
11  Telang Jaya Telang  Muara Telang 16 0 16
12  Tanjung Lago  Tanjung Lago 12 0 12
13  Kenten Laut  Talang Kelapa 1 2 3
14  Gasing Laut  Talang Kelapa 4 0 4
15  Sukajadi  Talang Kelapa 4 4 8
16  Semuntul  Rantau Bayur 10 0 10
17  Pengumbuk  Rantau Bayur 11 0 11
18  Sembawa  Sembawa 11 0 11
19  Pangkalan Balai  Banyuasin III 11 5 16
20  Petaling  Banyuasin III 10 0 10
21  Talang Jaya Betung  Betung 4 0 4
22  Betung Kota  Betung 5 2 7
23  Suak Tapeh  Suak Tapeh 11 0 11
24  Sukaraja  Tungkal Ilir 6 0 6
25  Sido Mulyo  Tungkal Ilir 8 0 8
26  Teluk Betung  Pulau Rimau 6 0 6
27  Dana Mulya  Pulau Rimau 10 0 10
28  Mekarsari  Pulau Rimau 8 0 8
29  Karang Manunggal  Pulau Rimau 5 0 5
30  Karang Agung Ilir  Banyuasin II 7 0 7
31  Sungsang  Banyuasin II 10 0 10
JUMLAH 288 16 304


 

Tabel II.5. Puskesmas di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015 beserta Tipe dan Kriteria Wilayah Kerjanya

 

No Nama Puskesmas Tipe Puskesmas Kriteria Wilayah Kerja Puskesmas PONED  
Rawat Inap Non Rawat Inap Pedesaan Perkotaan Terpencil  
1 Simpang Rambutan 1 1  
2 Sungai Dua 1 1 1  
3 Mariana 1 1  
4 Cinta Manis 1 1  
5 Daya Utama 1 1 1  
6 Margo Mulyo 1 1  
7 Tirta Harja 1 1  
8 Srikaton 1 1  
9 Makarti Jaya 1 1 1  
10 Muara Telang 1 1  
11 Telang Jaya Telang 1 1  
12 Tanjung Lago 1 1  
13 Kenten Laut 1 1  
14 Gasing 1 1  
15 Sukajadi 1 1 1  
16 Semuntul 1 1  
17 Pengumbuk 1 1  
18 Sembawa 1 1  
19 Pangkalan Balai 1 1 1  
20 Petaling 1 1  
21 Talang Jaya Betung 1 1  
22 Betung Kota 1 1 1  
23 Suak Tapeh 1 1  
24 Sukaraja 1 1  
25 Sido Mulyo 1 1  
26 Teluk Betung 1 1  
27 Dana Mulya 1 1 1  
28 Mekarsari 1 1  
29 Karang Manunggal 1 1  
30 Karang Agung Ilir 1 1  
31 Sungsang 1 1 1  
JUMLAH 13 18 27 4 11 8  

Sumber : Dinkes Kab Banyuasin 2015

 

Pembagian tersebuat sesuai dengan Peraturan Bupati Banyuasin Nomor 75.a Tahun 2014, Tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dalam Jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin yang menyatakan pembagian wilayah kerja puskesmas.

 

BAB III

SITUASI DERAJAT KESEHATAN

 

  1. IPM (Indeks Pembangunan Manusia)

IPM merupakan indeks yang mengukur pencapaian suatu wilayah yang direpresentasikan dalam tiga dimensi, yaitu : umur panjang dan sehat serta pengetahuan dan standar hidup yang layak. Dengan demikian IPM tersusun dari tiga komponen indeks, yaitu :

  • Peluang umur (longevity) yang digambarkan oleh Angka Harapan Hidup saat lahir (Life expectency at birth). Angka ini mencerminkan rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani oleh sekelompok orang yang dilahirkan pada suatu waktu tertentu dengan asumsi pola mortalitas untuk setiap kelompok umur pada masa yang akan datang tetap.
  • Pengetahuan (knowledge) yang digambarkan oleh Angka Melek Huruf (Literacy rate, Lit) dan Rata-rata Lama Sekolah/LS(Mean Years School, MYS)
  • Standar hidup layak (decent living) yang digambarkan oleh Daya Beli Riil (Real purchasing power parity, PPP).

 

 

Tabel III.1. IPM Kabupaten Banyuasin tahun 2006 – 2013

IPM & Komponennya  
2010 2011 2012 2013 2014
IPM 60,31 61,04 61,69 62,42 63,21
AHH 68,17 68,19 68,21 68,21 68,21
EYS 10,21 20,52 10,56 10,61 10,87
MYS 6,81 6,21 6,49 6,55 6,87
PENGELUARAN 7293,3 7518,5 7685,77 8157,13 8218,23

 

Sumber : Kantor BPS Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

Pada awalnya, status pembangunan manusia di Kabupaten Banyuasin termasuk klasifikasi Menengah Bawah (50 ≤ IPM < 66). Sejak tahun 2004, sudah termasuk Menengah Atas (66 ≤ IPM < 80). Setiap tahun besar IPM, Angka Harapan Hidup dan komponen lainnya terus menunjukkan peningkatan.

  1. IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat)
  2. IPKM 2007

IPKM merupakan penjabaran lebih lanjut dari indikator AHH (Angka/ Umur Harapan Hidup waktu lahir)  yang merupakan salah satu komponen pembentuk IPM (Indeks Pembangunan Manusia), yang merupakan indikator komposit yang menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan di suatu daerah (Kabupaten/ Kota/ Propinsi), yang besar nilainya dirumuskan dari data kesehatan berbasis komunitas yang dikumpulkan dari tiga survei yaitu Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar), Susenas (Survei Ekonomi Nasional) dan Survei Podes (Potensi Desa).

IPKM merupakan indeks komposit yang dirumuskan dari 24 indikator kesehatan yang sangat erat korelasinya dengan AHH (Angka/ Umur Harapan Hidup waktu lahir) :

Tabel III.2 Indikator  IPKM
JENIS NAMA BOBOT
1. Indikator Mutlak 

( 11 Indikator)

1. Prevalensi balita gizi buruk dan kurang

2. Prevalensi balita pendek dan sangat pendek

3. Prevalensi balita kurus dan sangat kurus

4. Proporsi rumah tangga dengan akses air bagus

5. Proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi bagus

6. Proporsi penimbangan balita yang rutin

7. Cakupan kunjungan neonatus I

8. Cakupan imunisasi  lengkap

9. Rasio dokter  terhadap puskesmas

10. Rasio bidan terhadap desa

11. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

5

2. Indikator Penting

( 5 Indikator)

12. Prevalensi balita  gemuk

13. Prevalensi penyakit diare

14. Prevalensi penyakit hipertensi

15. Prevalensi penyakit pneumoni

16. Proporsi cuci tangan dengan benar

4

4

4

4

4

3. Indikator Perlu

( 8 Indikator)

17. Prevalensi gangguan mental  emosional

18. Prevalensi merokok

19. Prevalensi penyakit gigi dan mulut

20. Prevalensi penyakit asma

21. Prevalensi disabilitas (bermasalah dan sangat bermasalah)

22. Prevalensi cedera

23. Prevalensi penyakit sendi

24. Prevalensi penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut

3

3

3

3

3

3

3

3

 

Setiap Kabupaten/Kota memiliki nilai IPKM. Besarnya nilai IPKM antara 0 (nilai terendah) dan 1 (nilai tertinggi = nilai ideal secara teoritis).

Berdasarkan nilai tersebut maka disusunlah peringkat / ranking IPKM Kabupaten/ Kota seluruh Indonesia berdasarkan kemajuan pembangunan kesehatannya. Berdasarkan nilai tersebut ditentukan pula Kabupaten/ Kota mana saja yang merupakan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) :

  1. Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) adalah kabupaten atau kota yang mempunyai nilai IPKM di antara Rata-rata sampai dengan – 1 (minus satu) simpang baku (Rata-rata > IPKM ≥ -1 SD), dan mempunyai nilai kemiskinan (Pendataan Status Ekonomi/ PSE) di atas Rata-rata (masing-masing untuk kelompok kabupaten dan kelompok kota).
  2. Daerah Bermasalah Kesehatan Berat (DBK-B) adalah kabupaten atau kota yang mempunyai nilai IPKM lebih rendah dari Rata-rata IPKM –1 (minus satu) simpang baku (IPKM < -1 SD).
  3. Daerah Bermasalah Kesehatan Khusus (DBK-K) adalah kabupaten atau kota yang mempunyai masalah khusus, seperti misalnya yang terkait dengan:
  1. Geografi, yaitu daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan.
  2. Sosial budaya, yaitu tradisi atau adat kebiasaan yang mempunyai dampak buruk terhadap kesehatan.
  3. Penyakit tertentu yang spesifik di daerah tersebut.

 

Berdasarkan data hasil Riskesdas 2007, Susenas 2007 dan Podes 2008 terhadap 440 Kabupaten/ Kota yang ada pada saat itu, didapatlah data sebaran IPKM sebagai berikut :

 

Tabel III.3 Sebaran IPKM secara Nasional

 

Sebaran

Secara Nasional

Rata-rata IPKM
Kabupaten + Kota Kabupaten Kota
Rata-rata IPKM 0,508629 0,482541 0,608678
Simpang Baku 0,092642 0,083391 0,047058
Nilai IPKM terendah 0,247059 0,247059 0,467303
Nilai IPKM tertinggi 0,708959 0,706451 0,708959

 

Rata-rata IPKM Nasional adalah 0,508629 dan simpang baku sebesar 0,092642. IPKM Terendah adalah 0,247059 (yaitu Kabupaten Pegunungan Bintang, Propinsi Papua), dan tertinggi adalah 0,708959 (dicapai oleh Kota Magelang, Propinsi Jawa Tengah). Sedangkan khusus untuk Propinsi Sumatera Selatan) data IPKM dan peringkatnya adalah sebagai berikut :

 

Tabel III.4. IPKM Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Dan Ranking Tingkat Nasional Maupun Ranking Tingkat Provinsi Tahun 2007

 

NO KABUPATEN/ KOTA IPKM RANKING NASIONAL RANKING PROPINSI KODE KATEGORI
 A KELOMPOK KABUPATEN        
1 OGAN KOMERING ULU 0,587234 107 4 KaF
2 OKU TIMUR 0,572968 123 5 KaF
3 BANYUASIN 0,515820 212 7 KaF
4 LAHAT 0,491570 243 8 KaE
5 MUARAENIM 0,477975 263 9 KaD
6 OGAN ILIR 0,473348 275 10 KaC
7 OGAN KOMERING ILIR 0,471179 276 11 KaC
8 MUSI RAWAS 0,440754 338 12 KaC
9 OKU SELATAN 0,419539 366 13 KaD
10 MUSI BANYUASIN 0,406375 384 14 KaC
 B KELOMPOK KOTA        
1 KOTA LUBUK LINGGAU 0,623778 51 1 KoE
2 KOTA PALEMBANG 0,611286 71 2 KoE
3 KOTA PRABUMULIH 0,606275 74 3 KoD
4 KOTA PAGARALAM 0,559428 138 6 KoA
SUMATERA SELATAN 0,399359 10  
  RATA-RATA NASIONAL 0,508629    

Keterangan :

No Kode Makna Kode   No Kode Makna Kode
1. KaA Kabupaten Bermasalah Berat Miskin 1. KoA Kota Bermasalah Berat Miskin
2. KaB Kabupaten Bermasalah Berat Non-Miskin 2. KoB Kota Bermasalah Berat Non-Miskin
3. KaC Kabupaten Bermasalah Miskin 3. KoC Kota Bermasalah Miskin
4. KaD Kabupaten Bermasalah Non-Miskin 4. KoD Kota Bermasalah Non-Miskin
5. KaE Kabupaten Tidak Bermasalah Miskin 5. KoE Kota Tidak Bermasalah Miskin
6. KaF Kabupaten Tidak Bermasalah Non-Miskin 6. KoF Kota Tidak Bermasalah Non-Miskin

 

Nampak dalam Tabel di atas, IPKM Kabupaten Banyuasin sebesar 0,515820. Di tingkat Nasional, IPKM Kabupaten Banyuasin berada di atas rata-rata IPKM Nasional secara keseluruhan (0,508629) dan juga berada di atas rata-rata IPKM Nasional khusus Kabupaten (0,482541). Dengan Demikian Kabupaten Banyuasin tidak tergolong dalam DBK (Daerah Bermasalah Kesehatan), namun dikategorikan dalam KaF (Kabupaten Tidak Bermasalah Kesehatan, Non-Miskin) oleh Kementerian Kesehatan.

Kabupaten Banyuasin secara Nasional berada pada peringkat 212 diantara 440 Kabupaten/ Kota yang ada pada saat itu. Di tingkat Propinsi, Kabupaten Banyuasin berada pada peringkat 7 diantara 14 Kabupaten/ Kota di Sumatera Selatan pada saat itu. Jadi, dapat dikatakan, posisi rangking Kabupaten Banyuasin dalam bidang kesehatan adalah sedikit di atas rata-rata Nasional. Khusus untuk kelompok Kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan, Banyuasin pada peringkat 3 diantara 10 Kabupaten yang ada saat itu.

 

  1. IPKM 2013

Perhitungan IPKM 2013 dilakukan dengan menggunakan data RISKESDAS 2013 dan PODES 2011. Indikator kesehatan yang termasuk dalam perhitungan IPKM 2013 terdiri dari 31 variabel kesehatan yang dikelompokkan dalam tujuh kelompok indikator mencakup:

1.    Kesehatan balita

2.    Kesehatan reproduksi

3.    Pelayanan kesehatan

4.    Perilaku berisiko kesehatan

5.    Penyakit tidak menular

6.    Penyakit menular

7.    Kesehatan lingkungan

 

 

Skor IPKM Kab Banyusin meningkat dari 0,5158 (IPM 2007) menjadi 0,6582 (IPKM 2013), namun peringkatnya turun dari 212 diantara 440 Kabupaten/ Kota (peringkat 2007) menjadi 293 diantara 497 Kabupaten/ Kota (peringkat 2013).

 

Tabel III.5. IPKM Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Dan Ranking Tingkat Nasional Maupun Ranking Tingkat Provinsi Tahun 2013

 

NO KABUPATEN/ KOTA IPKM RANKING NASIONAL PERUBAHAN PERINGKAT DARI IPKM 2007
A KELOMPOK KABUPATEN
1 OGAN KOMERING ULU 0,6776 241 TURUN
2 OKU TIMUR 0,7025 170 TURUN
3 BANYUASIN 0,6582 293 TURUN
4 LAHAT 0,6816 232 NAIK
5 MUARAENIM 0,6829 226 NAIK
6 OGAN ILIR 0,6839 221 NAIK
7 OGAN KOMERING ILIR 0,6986 186 NAIK
8 MUSI RAWAS 0,6556 299 NAIK
9 OKU SELATAN 0,5724 412 TURUN
10 MUSI BANYUASIN 0,6758 246 NAIK
B KELOMPOK KOTA
1 KOTA LUBUK LINGGAU 0,7073 157 TURUN
2 KOTA PALEMBANG 0,7478 57 NAIK
3 KOTA PRABUMULIH 0,7137 139 TURUN
4 KOTA PAGARALAM 0,7309 99 NAIK
SUMATERA SELATAN 0,6849

 

Dari data yang didapat, bisa disimpulkan bahwa di Provinsi Sumatera Selatan untuk seluruh kabupaten/kota mengalami kenaikan skor. Sebanyak 6 kabupaten/kota dari 14 kabupaten/kota mengalami penurunan peringkat.

 

  1. MORTALITAS

Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu  yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab lainnya.

Berikut ini disajikan data-data angka kematian bayi dan angka kematian ibu maternal Kabupaten Banyuasin dari tahun 2003 hingga 2015. Angka kematian pada umumnya dihitung dengan melakukan berbagai survei dan penelitian. Data berikut tidak berasal dari survei atau penelitian, namun berdasarkan laporan dari petugas-petugas kesehatan di desa-desa dan di sarana pelayanan kesehatan yang ada di Kabupaten Banyuasin.

 

  1. Angka Kematian Bayi (AKB) & Angka Kematian Balita (AKABA)

AKB adalah jumlah yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat.

Oleh karena itu, banyak upaya kesehatan yang dilakukan dalam rangka menurunkan AKB. Peraturan Presiden no 5 tahun 2010 tentang RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) mengamanatkan agar AKB bisa diturunkan maksimal 24 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Berbagai faktor dapat menyebabkan adanya penurunan AKB, diantaranya pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Hal ini disebabkan AKB sangat sensitif terhadap perbaikan pelayanan kesehatan. Selain itu, perbaikan kondisi ekonomi yang tercermin dengan pendapatan masyarakat yang meningkat juga dapat berkontribusi melalui perbaikan gizi yang berdampak pada daya tahan terhadap infeksi penyakit.

Kematian Bayi yang terlaporkan di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 sebanyak 45 kematian diantara 16.549 bayi yang lahir hidup.

AKABA adalah jumlah yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.

Kematian Balita yang terlaporkan di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 ini sebanyak 62 kematian diantara 16.549 bayi yang lahir hidup.

Kematian terjadi pada neonatal berjumlah 54 orang, bayi 56, anak balita 6, jadi kematian balita total berjumlah 62 (kematian bayi + kematiananak balita)

Gambar berikut ini menunjukkan banyaknya kematian Bayi dan Balita yang terlapor ke petugas kesehatan dalam delapan tahun terakhir (2008-2015).

 

Gambar 3.01. Kematian Bayi Kabupaten Banyuasin Tahun 2008-2015

 

 

Gambar 3.02. Kematian Balita Kabupaten Banyuasin Tahun 2008-2015

 

 

 

  1. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI)

AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan  masa nifas. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian yang terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Peraturan Presiden no 5 tahun 2010 tentang RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) mengamanatkan agar AKI bisa diturunkan menjadi maksimal 118 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Pada tahun 2015 di Kabupaten Banyuasin dilaporkan adanya 45 kasus kematian maternal diantara 16.549 bayi yang lahir hidup. Profil tahun 2015 ini tidak menampilkan Angka Kematian Ibu karena jumlah kelahiran hidup bayi kurang dari 40.000.

Kematian terjadi pada ibu hamil 10 orang, kematian ibu bersalin 25 orang, kematian ibu nifas 10 orang dengan varian umur yang berbeda.

Gambar berikut ini menunjukkan banyaknya kematian Ibu Maternal yang terlapor ke petugas kesehatan dalam tujuh tahun terakhir (2008-2015).

 

Gambar 3.03. Kematian Ibu Maternal 2008-2015

 

  1. MORBIDITAS

Morbiditas adalah angka kesakitan, baik insidensi maupun prevalensi suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam  suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.

 

  1. Sepuluh Penyakit Terbanyak Tahun 2015

Sepuluh penyakit terbanyak yang terjadi pada tahun 2015 di Kabupaten Banyuasin ditunjukkan oleh gambar-gambar berikut ini.

 

Gambar 3.04. 10 Penyakit Terbanyak di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

 

Kasus penyakit paling banyak pada pasien di 31 Puskesmas di Kabupaten Banyuasin tahun 2015 adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), sejumlah 34.208 kasus.

 

  1. Penyakit Menular Langsung
  2. TB Paru

Tuberculosis (TB) juga merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). TB merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet (percikan ludah) orang yang telah terinfeksi basil TB.

Gambar 3.06. Penemuan Kasus TB Paru BTA (+) di Kabupaten Banyuasin Tahun 2003-2015

 

 

  1. HIV / AIDS

HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain.

Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary Counselling and Testing (VCT), sero survey, dan Survey Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP).

Secara nasional, perkembangan penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan, meskipun berbagai upaya penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman dan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan, secara simultan telah memperbesar tingkat risiko penyebaran HIV/AIDS.

 

 

 

Gambar 3.07. Penderita HIV (+) di Kabupaten Banyuasin Tahun 2008 – 2015

 

 

Gambar 3.08. Penderita AIDS di Kabupaten Banyuasin Tahun 2008 – 2015

 

 

Di Kabupaten Banyuasin, untuk pertama kalinya ditemukan 1 kasus AIDS (1 Pr) pada tahun 2008. Pada tahun 2009 ditemukan 5 orang penderita AIDS (3 Lk, 2 Pr). Tiga orang (2 Lk, 1 Pr) diantara kelima penderita AIDS tersebut kemudian meninggal. Pada tahun 2010 ditemukan 3 orang penderita positif HIV (2 Lk, 1 Pr) dan 5 orang penderita AIDS (2 Lk, 3 Pr). Pada tahun 2011 ditemukan 8 orang penderita positif HIV (5 Lk, 3 Pr). Pada tahun 2012 ditemukan 14 penderita positif HIV (6 Lk, 8 Pr) dan 3 orang penderita AIDS (1 Lk, 2 Pr). Pada tahun 2013 ditemukan 3 penderita positif HIV (3 Lk) dan 1 orang penderita AIDS (1 Pr), Penderita AIDS ini meninggal. Pada tahun 2014 ditemukan lagi 4 penderita positif HIV (3 Lk, 1 Pr). Pada tahun 2015 ditemukan 3 orang penderita HIV. Jadi, sampai dengan akhir Desember 2015, di Kabupaten Banyuasin diketahui terdapat 35 penderita HIV positif (21 Lk, 14 Pr) dan 11 penderita AIDS (4 Lk, 7 Pr) yang masih hidup.

Besaran Kasus HIV / AIDS biasanya dinyatakan dengan Case Rate, yaitu perbandingan jumlah kasus kumulatif terhadap jumlah penduduk.

 

  1. ISPA – Pneumonia Balita

Dalam pelaksanaan program penanggulangannya, ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dibagi dalam dua kategori besar, yaitu : ISPA non Pneumonia dan Pneumonia. Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur, dan dapat juga terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia.

Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).

Yang menjadi fokus perhatian utama dari program penanggulangan ISPA adalah penanggulangan Pneumonia pada Balita. Hal ini karena Pneumonia masih menjadi penyakit utama penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia.

Dari beberapa hasil kegiatan SKRT diketahui bahwa 80%-90% dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan pneumonia. Pneumonia merupakan penyebab kematian pada balita dengan peringkat pertama hasil Surkesnas 2001.

Oleh karena itu, upaya pemberantasan penyakit ISPA lebih difokuskan pada upaya penemuan dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan tepat terhadap penderita Pneumonia Balita yang ditemukan guna menekan angka kematian bayi dan balita karena Pneumonia.

Kejadian Pneumonia balita di Indonesia diperkirakan antara 10% – 20% per tahun. Karena itu, Program P2 ISPA menetapkan bahwa target penemuan penderita Pneumonia Balita per tahun pada suatu wilayah kerja sebesar 10% balita.

Sebagaimana kecenderungan yang terjadi secara nasional, data cakupan penemuan penderita Pneumonia Balita di Kabupaten Banyuasin dari tahun ke tahun tampaknya tidak menunjukkan adanya peningkatan yang berarti.

Adapun besar cakupan penemuan kasus Pnemuonia Balita di Kabupaten Banyuasin adalah sebagaimana tergambar dalam grafik. Cakupan penemuan kasus yang tertinggi adalah sebesar 43,3% yang terjadi pada tahun 2004 dan yang terendah adalah sebesar 3,1% pada tahun 2008. Cakupan tahun 2015 sebesar 17,3%.

 

Gambar 3.09. Penemuan Kasus Balita Pneumonia di Kabupaten Banyuasin

Tahun 2003-2015

 

 

 

Rendahnya cakupan penemuan penderita Pneumonia Balita ini, nampaknya karena adanya perbedaan persepsi tentang gejala-gejala yang dapat diidentifikasi sebagai pneumonia.

Para petugas kesehatan di lapangan umumnya hanya mengidentifikasi balita dengan tarikan dada yang dalam sebagai gejala pneumonia, tanpa memperhatikan jumlah nafas per menit. Akibatnya, banyak penderita pneumonia ringan dan sedang yang tidak terdeteksi dan terjadi under reported.

Semua penderita Pneumonia Balita yang ditemukan di Kabupaten Banyuasin telah ditatalaksana sesuai prosedur standar.

 

  1. Kusta

Meskipun Indonesia mencapai eliminasi kusta pada pertengahan tahun 2000, sampai saat ini penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti dengan masih tingginya jumlah penderita kusta di Indonesia dan merupakan negara dengan urutan ketiga penderita terbanyak di dunia.

Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, syaraf, anggota gerak dan mata. Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut :

  1. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa.
  2. Penebalan syaraf tepi yang disertai gangguan fungsi syaraf berupa mati rasa dan kelemahan / kelumpuhan otot.
  3. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA positif).

Program penanggulangan penyakit kusta pada intinya adalah mengelola kontak, penderita dan keluarganya serta orang-orang di sekitarnya, menemukan kasus sedini mungkin dan mencegah/ memutuskan rantai penularan.

Penemuan penderita kusta bisa melalui Pemeriksaan anak sekolah, bisa dengan Rapid Village Survey (RVS) atau Survei Cepat, dan bisa juga dari laporan keluarga atau masyarakat. Selanjutnya dilakukan klasifikasi penderita, termasuk Kusta PB (Pausi Basiler) ataukah Kusta MB (Multi Basiler), kemudian melakukan kegiatan paket pengobatan, atau tepatnya disebut tatalaksana kasus penderita kusta.

Ketika pasien kusta berhasil disembuhkan, berarti kita telah menyelamatkan kehidupannya dan melepaskannya dari stigma sosial sebagai kutukan.

Selama tahun 2015, Kasus Kusta baru yang berhasil ditemukan untuk diobati di Kabupaten Banyuasin adalah sebanyak 55 orang, terdiri dari 4 orang penderita Kusta PB dan 51 orang penderita Kusta MB.

 

Gambar 3.10. Penemuan Kasus Baru (NCDR) Kusta di Kabupaten Banyuasin

Tahun 2003 –  2015

 

 

Dalam hal endemisitas kusta, Kabupaten Banyuasin tergolong Daerah Endemis Rendah, dengan Angka penemuan kasus baru (NCDR/ New Case Detection Rate) < 10 per 100.000 penduduk.

 

  1. Diare

Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair daripada biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam.

Jumlah seluruh kasus diare yang ditangani selama tahun 2015 di Kabupaten Banyuasin ada sebanyak 17.366 kasus dan yang ditangani berjumlah 27.137 jiwa.

 

 

 

Gambar 3.11. Penemuan Kasus dan IR Diare Pada di Kabupaten Banyuasin

Tahun 2003 – 2015

 

 

 

  1. Penyakit Menular Bersumber Binatang
  2. Malaria

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs (Millenium Development Goals). Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk Malaria (Anopheles) betina.

Faktor-faktor penyebabnya antara lain adalah sistem pelayanan kesehatan yang buruk, meningkatnya resistensi terhadap pemakaian obat dan insektisida, pola perubahan iklim, gaya hidup, migrasi dan perpindahan penduduk.

Angka kesakitan malaria diukur dengan AMI (Annual Malaria Incidence) dan API (Annual Parasite Incidence). AMI menunjukkan banyaknya kasus malaria (kasus baru maupun lama)  dengan gejala-gejala klinis malaria per 1.000 penduduk. Suatu daerah tergolong High Incidence Area (HIA) bila AMI > 50 ‰, Medium Incidence Area (MIA) bila AMI 10 – 50 ‰ dan Low Incidence Area (LIA) bila AMI < 10 ‰ Sedangkan API menunjukkan banyaknya kasus malaria (kasus baru maupun lama)  yang didiagnosis (pemeriksaan specimen/ sediaan darahnya) secara mikroskopis atau rapid diagnosis test hasil positif mengandung plasmodium per 1.000 penduduk. Suatu daerah tergolong High Case Incidence (HCI) bila API > 5 ‰, Moderate Case Incidence (MCI) bila API 1 – < 5 ‰, dan Low Case Incidence (LCI) bila API < 1‰ .

 

  1. Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti.

 

Gambar 3.11. Penemuan Kasus DBD di Kabupaten Banyuasin

Tahun 2003 – 2015

 

 

Jumlah kasus DBD di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 sebanyak 401 kasus, 3 orang meninggal akibat DBD. Dengan demikian, Angka Kesakitan (IR) DBD Kabupaten Banyuasin tahun 2015 sebesar 16,8 per 100.000 penduduk, dan CFR (Case Fatality Rate) sebesar 0%.

 

 

 

 

Gambar 3.12. IR dan CFR Kasus DBD di Kabupaten Banyuasin Tahun 2003 –  2015

 

 

Kasus DBD terjadi di 16 wilayah kerja Puskesmas. Penyebaran kasusnya tidak merata. Yang terbanyak adalah kasus DBD yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Mariana (150 kasus).

 

Gambar 3.13. Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

Upaya pencegahan dan pemberantasan DBD dititik-beratkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk dapat berperan serta dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gerakan 3 M), pemantauan Angka Bebas Jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga. Kegiatan lain dalam upaya pemberantasan DBD adalah pengasapan (fogging) terfokus.

 

  1. Filariasis

Filariasis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui berbagai jenis nyamuk. Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori. Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi. Cacing tersebut hidup di kelenjar dan saluran getah bening sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut dan kronis.

Gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tapi dapat pula di daerah lain. Gejala kronis terjadi akibat penyumbatan aliran limfe terutama di daerah yang sama dengan terjadinya peradangan dan menimbulkan gejala seperti kaki gajah (elephantiasis), dan hidrokel.

Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies nyamuk. Di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk penular filariasis, terdiri dari genus Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Untuk menimbulkan gejala klinis penyakit filariasis, diper-lukan beberapa kali gigitan nyamuk terinfeksi filaria dalam waktu lama.

Endemisitas Filaria suatu daerah ditentukan berdasarkan besarnya Mikrofilaria (Mf) Rate. Bila Mf Rate suatu Kabupaten ≥1%, berarti Kabupaten tersebut tergolong Kabupaten Endemis Filariasis.

 

Mikrofilaria Rate diperoleh sebagai hasil survei pada desa yang memiliki kasus kronis, dengan memeriksa darah jari 500 orang yang tinggal di sekitar tempat tinggal penderita kronis tersebut pada malam hari. Mf rate dihitung dengan cara membagi jumlah sediaan positif mikro-filaria dengan jumlah sediaan darah yang diperiksa dikali seratus persen.

Menurut survey tahun 2009, ternyata dari 495 kabupaten/ kota yang ada di Indonesia saat itu, 71,9% diantaranya (356 kabupaten/ kota) merupakan daerah endemis Filariasis. Kabupaten Banyuasin juga tergolong Endemis Filariasis dengan Mf Rate sebesar 1,92%.

Jumlah kasus klinis Filariasis ini merupakan jumlah kumulatif yang dilaporkan dari waktu ke waktu, baik penderita lama maupun baru.

Pada tahun 2015, di Kab.Banyuasin kini terdapat total 142 kasus. Tetapi seiring waktu, jumlah penderita yang masih hidup di tahun 2015 berjumlah 98 orang.

Filariasis menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia sesuai dengan resolusi World Health Assembly (WHA) pada tahun 1997. Program eliminasi filariasis di dunia dimulai berdasarkan deklarasi WHO tahun 2000. Di Indonesia, program eliminasi filariasis dimulai pada tahun 2002. Pencanangan dilakukan oleh Menteri Kesehatan tanggal 8 April 2002 bertempat di Desa Mainan Kabupaten Banyuasin.

 

Gambar 3.14. Jumlah Kasus DBD di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

 

  1. Penyakit Menular yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantas/ditekan dengan pelaksanaan program imunisasi. Selanjutnya, dilakukan upaya pemantauan dengan melaksanakan program Surveilans Terintegrasi terhadap PD3I tersebut.

 

 

  1. Tetanus Neonatorum

Tetanus Neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani yang masuk ke dalam tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satunya disebabkan oleh pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril.

 

Gambar 3.15. Kasus TN di Kabupaten Banyuasin Tahun 2004 – 2015

 

 

Pada tahun 2015 tidak ditemukan adanya kasus TN di wilayah Kabupaten Banyuasin.

 

  1. Campak

Campak disebabkan oleh virus campak, sebagian besar menyerang anak-anak. Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh sekret orang yang telah terinfeksi.

Selama tahun 2015 dilaporkan adanya 32 kasus Campak, yang tersebar di 4 wilayah kerja Puskesmas, yaitu Puskesmas Sungai Dua, Puskesmas Makarti Jaya, Puskesmas Telang Jaya Telang, Puskesmas Kenten Laut.

 

 

 

Gambar 3.16. Kasus Campak di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

  1. Difteri

Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang menyerang sistem pernafasan bagian atas. Penyakit ini memiliki gejala sakit leher, demam ringan dan sakit tekak. Difteri juga kerap ditandai dengan tumbuhnya membran kelabu yang menutupi tonsil serta bagian saluran pernafasan. Selama tahun 2015 tidak ad kasus yang dilaporkan.

 

  1. Polio dan AFP

Polio disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf hingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak usia 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di lengan dan tungkai. Sedangkan AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas dan kemudian berakibat pada kelumpuhan.

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi polio, yang ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi secara aktif terhadap kasus-kasus AFP (Acute Flaccid Paralysis / Lumpuh Layu Mendadak) pada anak kelompok umur <15 tahun (kelompok yang rentan terhadap penyakit Polio). Penjaringan kasus AFP dimaksudkan untuk mendeteksi adanya kasus Polio, tetapi AFP sendiri belum tentu Polio. Untuk menentukan Polio atau bukan, suspek diambil sampel tinjanya dan sampel tersebut dikirimkan ke Laboratorium di Kemenkes Jakarta. Ditargetkan bahwa setiap Kabupaten/Kota dapat menemukan kasus AFP Non-Polio sebanyak 2 per 100.000 usia <15 tahun pada setiap tahunnya.

 

Grafik 3.17. Cakupan Penemuan Kasus AFR di Kabupaten Banyuasin

Tahun 2013 – 2015

 

 

Pada tahun 2015 kegiatan surveilans aktif AFP menemukan 5 kasus suspect AFP di 3 puskesmas.

Gambar 3.18. Kasus AFP di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

  1. e. Status Gizi

Status Gizi adalah cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi. Status gizi yang baik akan menghasilkan generasi yang sehat, kuat dan cerdas. Hal ini berdampak kepada peningkatan dalam produktivitas kerja masyarakat, prestasi bangsa, daya saing bangsa di dunia internasional, ketahanan nasional dan keberhasilan pembangunan nasional.

Masa yang sangat penting dan menentukan dalam siklus hidup manusia adalah usia dini, yaitu sebelum lima tahun; dan lebih khusus lagi adalah sejak janin dalam kandungan ibu hingga usia dua tahun. Terjadinya kekurangan gizi pada masa ini dapat berakibat terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain, meningkatnya kematian balita, kecerdasan rendah, keterbelakangan mental, ketidakmampuan berprestasi, produktivitas rendah dan selanjutnya akan berdampak pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM).

Dengan demikian, memantau dan mengadakan perbaikan gizi usia dini ini bukan hanya menangani masalah gizi pada usia tersebut tetapi juga meningkatkan status gizi masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemantauan status gizi sejak dini sangat penting untuk dilakukan.

Pemantauan status gizi terhadap Balita di lapangan yang umum dilakukan adalah pengukuran-pengukuran anthropometris (seperti : berat badan waktu lahir, berat badan menurut umur, berat badan menurut tinggi/panjang badan dan tinggi badan menurut umur) dan pengamatan klinis (seperti : marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor).

Beberapa status gizi bermasalah yang penting untuk dipantau adalah :

 

  1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. Selain itu, BBLR juga berperan dalam peningkatan kesakitan diare dan ISPA pada bayi, peningkatan resiko stunting (badan pendek akibat kurang gizi kronis) dan penurunan perkembangan mental dan fisik di masa selanjutnya.

Jumlah bayi dengan BBLR yang dilaporkan di Kabupaten Banyuasin selama tahun 2015 sebanyak 91 orang (0,7%) dari 15.681bayi lahir hidup.

 

Gambar 3.19. Bayi BBLR di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

 

  1. Kurang Energi Protein (KEP) / Underweight.

Yaitu : Kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) dalam jangka waktu yang lama. Ciri-ciri fisik yang ditunjukkannya adalah berat badan balita berada di bawah standar normal balita seusianya.

Pengukurannya berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U). Indeks BB/U ini hanya mengindikasikan adanya gangguan gizi secara UMUM. Bila suatu daerah memiliki banyak anak kurang gizi (KEP) berarti daerah tersebut memiliki masalah gizi, namun belum jelas apakah masalahnya akut  atau kronis.Dalam pengukuran dengan indeks BB/U, Balita dikelompokkan dalam 4 status gizi, yaitu : Gizi Buruk, Gizi Kurang, Gizi Baik,dan Gizi Lebih

Prevalensi Kurang Gizi (KEP Total) Balita suatu daerah didapatkan dengan menjumlahkan banyaknya Balita yang berstatus Gizi Buruk dan Gizi Kurang. Bila Prevalensi Kurang Gizinya kurang dari 15%, maka daerah tersebut tergolong Daerah Bebas Rawan Gizi.

  1. Kurang Gizi Akut (Badan Kurus) / Wasting.

Yaitu : Kondisi kurang gizi yang diukur berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi (BB/TB) dibandingkan dengan standar, biasanya digunakan pada balita. Ciri-ciri fisik yang ditunjukkannya adalah Berat badan balita berada di bawah berat badan normal menurut tinggi badannya.

Tubuh kurus (Indeks BB/TB) mengindikasikan adanya gangguan gizi AKUT. Balita kurus seringkali karena terkena penyakit infeksi yang berakibat menurunnya nafsu makan atau terganggunya penyerapan zat gizi dalam tubuh. Hal ini terjadi dalam waktu yang relatif singkat/akut. Penanganan masalah ini harus dilakukan segera dan merupakan tanggungjawab utama sektor kesehatan.

 

  1. Kurang Gizi Kronis (Badan Pendek) / Stunting.

Yaitu : Kondisi kurang gizi yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dibandingkan dengan standar, biasanya digunakan pada Balita dan Anak Sekolah Dasar. Ciri-ciri fisik yang ditunjukkannya adalah Tinggi badan Balita lebih rendah daripada standar tinggi badan normal menurut umur.

Tubuh pendek (Indeks TB/U) mengindikasikan adanya gangguan gizi KRONIS. Anak kurus disebabkan karena kekurangan makan atau menderita sakit yang terjadi dalam waktu lama / kronis. Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat, seperti : kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, buruknya kondisi kesehatan lingkungan, kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat, pola asuh anak yang kurang baik, dll. Penanganan masalah ini harus dilakukan secara komprehensif melalui kerjasama lintas sektoral dan bukan hanya tanggungjawab sektor kesehatan.

Menurut WHO, Balita pendek dianggap sebagai masalah gizi masyarakat bila telah mencapai 20% atau lebih di suatu daerah. Tahun 2015, tidak ada data tentang hal ini. Dalam tahun 2015 di Kabupaten Banyuasin tidak dilakukan Penentuan Status Gizi (PSG).

 

BAB IV

SITUASI UPAYA KESEHATAN

 

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan masyarakat.

Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.

Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi.

 

  1. PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN BAYI

Seorang ibu mempunyai peran yang sangat besar di dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami ibu bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya

 

 

 

  1. Pelayanan Antenatal

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan, perawat) kepada ibu hamil selama masa kehamilannya. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai standar serta paling sedikit empat kali kunjungan (sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga).

Cakupan pelayanan K1 (Kunjungan Pertama Ibu Hamil) di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 sebesar 18.009 (95,75%). Sedangkan cakupan K4 (Kunjungan Keempat Ibu Hamil) sebesar 17.854 (94,93%).

Gambar 4.01. Presentase K-1 di Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 – 2015

 

 

Gambar 4.02. Presentase K-1 di Kabupaten Banyuasin Tahun 2007 – 2015

 

 

  1. Ibu Bersalin / Nifas

Pada tahun 2015 tercatat ada 17.954 ibu bersalin/nifas dari total ibu hamil 18.808. Persalinan ditolong tenaga kesehatan sebanyak 16.498, mendapat yankes nifas sebanyak 16.441, ibu nifas mendapat vitamin A sebanyak 16.498.

 

Gambar 4.03. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan (profesional).

 

Gambar 4.04. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Kabupaten Banyuasin

Tahun 2003 – 2015

 

Cakupan persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 sebesar 91.9%, sudah melampaui target pencapaian SPM sebesar 90%.

  1. Kunjungan Neonatus (KN)

Bayi hingga usia kurang dari satu bulan (0-28 hari) merupakan golongan umur yang paling rentan atau memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan disamping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu.

Secara keseluruhan cakupan KN3 (KN Lengkap) di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 adalah 15.191 jiwa (96,0%) dari seluruh bayi sejumlah 15.817 jiwa. Berarti Cakupan KN3 tahun 2015 ini memenuhi target SPM (90%).

 

Gambar 4.05. Presentase Kunjungan Neonatus di Kabupaten Banyuasin

Tahun 2007 – 2015

 

 

 

  1. ASI Eksklusif

Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya.

Air Susu Ibu (ASI) diyakini dan bahkan terbukti memberi manfaat bagi bayi; baik dari aspek gizi, imunologis, psikologis, neurologis, ekonomis maupun aspek kecerdasan dan aspek penundaan kehamilan.

Secara Nasional menurut Susenas 2009 terdapat 61,3% bayi umur 0-5 bulan yang mendapat ASI eksklusif, dengan rentang terendah dan tertinggi antara 48,8% hingga 78,8%. Di Kabupaten Banyuasin sendiri pada tahun 2015, dari seluruh bayi (0 s/d 6 bulan) yang ada (8.158 bayi), yang berhasil didata mendapat ASI eksklusif baru sebanyak 3.688 bayi atau 45,2%.

Rendahnya cakupan tersebut secara Nasional antara lain karena belum adanya peraturan perundangan tentang pemberian ASI, belum maksimalnya sosialisasi dan kampanye pemberian ASI dan MP-ASI dan belum optimalnya pembinaan kelompok pendukung ASI dan MP-ASI. Sementara itu, promosi/ iklan dan pemasaran susu formula sangat intensif dan sulit dikendalikan.

 

  1. Kunjungan Bayi

Yang dimaksud dengan Kunjungan Bayi adalah kunjungan bayi umur 29 hari – 11 bulan di sarana pelayanan kesehatan (polindes, pustu, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit) maupun posyandu guna memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu satu kali pada umur 29 hari-3 bulan, 1 kali pada umur 3-6 bulan, 1 kali pada umur 6-9 bulan, dan 1 kali pada umur 9-11 bulan.

Pelayanan Kesehatan tersebut meliputi pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/ HB1-3, Polio 1-4, Campak), stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) bayi dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi. Penyuluhan perawatan kesehatan bayi meliputi : konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan, perawatan dan tanda bahaya bayi sakit (sesuai MTBS), pemantauan pertumbuhan dan pemberian vitamin A kapsul biru pada usia 6 – 11 bulan. Indikator ini merupakan penilaian terhadap upaya peningkatan akses bayi memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas hidup bayi.

 

  1. PELAYANAN KELUARGA BERENCANA

Jumlah pasangan usia subur (PUS) pada tahun 2015 sebesar 179.890, yang menjadi peserta KB aktif sebesar 139.885 orang atau 77,8%. Sedangkan Target Indonesia Sehat 2015, persentase PUS yang menjadi akseptor KB sebesar 70%.

 

Gambar 4.07. Presentase Akseptor KB Akti di Kabupaten Banyuasin Tahun 2003 – 2015

 

Dari data yang didapat, bisa disimpulkan bahwa akseptor KB aktif tahun 2015 menurun dari tahun sebelumnya.

 

Gambar 4.08. Jenis Kontrasepsi yang Digunakan di Kabupaten Banyuasin Tahun 2003 – 2015

 

  1. PELAYANAN IMUNISASI

Pencapaian Universal Child Imunization (UCI) pada dasarnya merupakan suatu gambaran terhadap cakupan sasaran bayi yang telah mendapatkan imunisasi secara lengkap. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut dapat digambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat terhadap penularan PD3I

 

Pelayanan imunisasi bayi mencakup vaksinasi BCG, DPT (3 kali), Polio (4 kali), Hepatitis B (3 kali) dan Campak (1 kali) yang dilakukan melalui pelayanan rutin di posyandu dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

 

Adapun cakupan pelayanan imunisasi bayi di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 adalah : BCG sebesar 97,98%, (15.365 bayi), DPT1-HB1 sebesar , DPT3-HB3 sebesar 96,4% (15.363 bayi), Polio3 sebesar 97,6% (15.564 bayi), dan Campak sebesar 96,6% (15.396 bayi) dari 15.941 bayi yang ada. Sedangkan bayi yang mendapatkan pelayanan imunisasi dasar lengkap sebanyak 15.044 bayi atau sekitar 94,4%.

 

Gambar 4.09. Persentase Imunisasi Lengkap di Kabupaten Banyuasin

 Tahun 2003 – 2015

 

 

 

Sedangkan jumlah desa/kelurahan yang telah mencapai UCI adalah 286 desa/kelurahan  dari 304 desa/kelurahan yang ada (94,08%), menurun dari tahun sebelumnya.

Gambar 4.10. Persentase Desa/Kelurahan UCI Kabupaten Banyuasin

Tahun 2003 – 2015

 

 

  1. PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT

Usila (usia >60 tahun) yang mendapatkan pelayanan kesehatan di Kabupaten Banyuasin tahun 2015 sebanyak 45.172 jiwa (76,8%) dari 58.801 jiwa.

Mereka mendapatkan pelayanan, baik di dalam gedung Puskesmas (di Poli Pengobatan bagian Usila) maupun di Luar Gedung Puskesmas. Pelayanan di Luar Gedung berbasis di Posbindu Usila (Pos Pembinaan Terpadu Usia Lanjut) di lingkungan tempat tinggal para usila. Setiap bulan Posbindu Usila memberikan pelayanan berupa, antara lain : Penimbangan berat badan, Pemeriksaan tekanan darah, Pemeriksaan kesehatan secara umum, Rujukan ke Puskesmas bagi yang memerlukan, Konsultasi dan penyuluhan kesehatan, dan Pembinaan Senam Usila.

 

  1. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Upaya perbaikan gizi masyarakat pada hakekatnya dimaksudkan untuk menangani permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat. Beberapa permasalahan gizi sering dijumpai pada kelompok masyarakat adalah kekurangan kalori protein, kekurangan vitamin A, gangguan akibat kekurangan yodium, dan anemia zat besi.

  1. Pemantauan Pertumbuhan Balita dan Baduta
Gambar 4.11. Hasil Penimbangan Balita di Posyandu di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

Upaya pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui kegiatan penimbangan di posyandu secara rutin setiap bulan. Hasil kegiatan penimbangan Balita oleh para kader posyandu dari 31 puskesmas di Kabupaten Banyuasin selama tahun 2015 menunjukkan bahwa Jumlah balita yang ada 86.540 jiwa; Balita datang ke posyandu untuk ditimbang sebanyak 68.005 jiwa (78,6%);

Balita dengan status penimbangan di Bawah Garis Merah (BGM) adalah sebanyak 20 (0,03% dari yang ditimbang di posyandu).

Sedangkan untuk baduta berjumlah 32.712 jiwa, sekitar 28.360 jiwa (78,9%) yang datang ke posyandu untuk ditimbang, dengan status penimbangan BGM berjumlah 29 jiwa (0,10%)

 

Gambar 4.12. Hasil Penimbangan Baduta di Posyandu di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

  1. Pemberian Kapsul Vitamin A

Tujuan pemberian kapsul vitamin A pada Balita adalah untuk menurunkan prevalensi dan mencegah kekurangan vitamin A pada Balita. Kapsul vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A (KVA) pada masyarakat apabila cakupannya tinggi. Bukti-bukti lain menunjukkan peranan vitamin A dalam menurunkan secara bermakna angka kematian anak, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya pemberian vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup, kesehatan dan pertumbuhan anak. Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan serta meningkatkan daya tahan tubuh. Anak-anak yang mendapat cukup vitamin A, bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lainnya, maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah sehingga tidak membahayakan jiwa anak. Sasaran pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi adalah bayi usia 6-11 bulan (diberi kapsul vitamin A 100.000 SI), anak balita usia 12-59 bulan (diberi kapsul vitamin A 200.000 SI) dan ibu nifas (diberi kapsul vitamin A 200.000 SI). Pemberian pada ibu nifas dimaksudkan agar bayinya dapat memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI.

Pemberian vitamin A pada bayi 6-12 bulan dan anak balita 12-59 bulan dilakukan dua kali setahun serentak pada bulan Februari dan Agustus. Sedangkan pada ibu nifas, dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu nifas. Cakupan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi sebanyak 2 kali (pada bulan Februari dan Agustus) untuk anak balita di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 adalah sebesar 58.320 dari 66.516 sasaran anak balita atau 87,68%.  

Gambar 4.13. Bayi dan Balita Yang Mendapat Vitamin A di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

 

 

  1. Pemberian Tablet Besi

Anemia gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut. Di Indonesia, sebagian besar anemia ini disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe), sehingga disebut sebagai Anemia kekurangan zat besi atau Anemia Gizi Besi (AGB).

Salah satu kelompok yang rentan terhadap AGB ini adalah wanita hamil. Karena itu, kepada ibu hamil perlu diberikan tablet tambah darah (Fe) sebanyak 90 tablet (3 kali @ 30 tablet) selama masa kehamilannya.

Pada tahun 2015, ibu hamil yang ada di Kabupaten Banyuasin sebanyak 18.809 orang. Yang mendapatkan pemberian 90 tablet besi (Fe3) sebanyak 17.770 orang (94,48%) bumil.

 

  1. PROMOSI KESEHATAN & PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
  2. Rumah Tangga Sehat (PHBS)

Yang dimaksud “Rumah tangga Sehat” adalah rumah tangga yang anggotanya melakukan sepuluh indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam kehidupannya sehari-hari. Yaitu :

  1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
  2. Memberi bayi ASI eksklusif
  3. Menimbang bayi dan balita setiap bulan
  4. Menggunakan air bersih
  5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
  6. Menggunakan jamban sehat
  7. Memberantas jentik dirumah
  8. Makan buah dan sayur setiap hari
  9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari
  10. Tidak merokok didalam rumah.

Data hasil pemantauan petugas kesehatan di lapangan melaporkan bahwa 98.146 rumah tangga ( 74,0% ) di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 yang menerapkan PHBS.

 

  1. Posyandu

Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang paling dikenal masyarakat untuk mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat melalui wadah keterpaduan lintas sektor dan masyarakat. Posyandu menyelenggarakan minimal lima program prioritas, yaitu Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi, Imunisasi dan Penanggulangan Diare. Posyandu dikelompokkan menjadi 4 strata, yaitu Pratama, Madya, Purnama, dan Mandiri.

Pada tahun 2015 di Kabupaten Banyuasin terdapat 683 posyandu yang terdiri dari : Posyandu Pratama 28 buah (4,10%), Madya 218 buah (31,9%), Purnama 357 buah (52,27%) dan Mandiri 80 buah (11,71%). Tetapi posyandu hanya 437 atau sekitar 63,98%.

Adapun yang dimaksud “Posyandu Aktif” adalah Posyandu strata Purnama dan Mandiri. Di Kabupaten Banyuasin tahun 2015 terdapat Posyandu Aktif sebanyak 437 buah (63,98%). Ini sudah di atas target Indonesia Sehat 2015, yaitu 40%.

 

Gambar 4.14. Jumlah Posyandu di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

Perkembangan posyandu sangat dipengaruhi oleh upaya kader dalam mengelola posyandu, ditambah dukungan dari perangkat desa dan dinas terkait seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Sosial, Dinas Kesehatan, Badan Keluarga Berencana, dll. Adapun kegiatan revitalisasi posyandu sendiri lebih diarahkan untuk meningkatkan jumlah dan mutu posyandu dengan cara peningkatan ketrampilan petugas kesehatan dalam membina posyandu

 

  1. Poskesdes

Pada tahun 2015, seluruh desa / kelurahan yang ada di wilayah Kabupaten Banyuasin telah menjadi Desa / Kelurahan Siaga. Di setiap desa / kelurahan tersebut telah pula dibentuk Pos Kesehatan Desa (Poskesdes).

Ada Poskesdes yang benar-benar baru dibentuk dan ada pula Poskesdes yang merupakan pengembangan dari Polindes ataupun UKBM (Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat) lainnya yang telah ada di desa / kelurahan tersebut.

Poskesdes adalah suatu bentuk UKBM yang merupakan wahana kewaspadaan dini terhadap berbagai resiko dan masalah kesehatan yang dikelola oleh kader/forum masyarakat desa dengan bimbingan tenaga kesehatan. Total Poskesdes 304.

 

  1. PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGAN

 

  1. 1. Rumah Sehat

Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu bangunan yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah tidak terbuat dari tanah.

Menurut laporan yang terkumpul dari puskesmas se-Kabupaten Banyuasin tahun 2015, dari seluruh jumlah rumah yang ada (201.603 rumah) presentase rumah sehat sebesar 73,86% (148.900 rumah)

 

 

  1. 2. Tempat-Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan

Tempat-tempat umum dan Tempat Umum Pengolahan Makanan merupakan suatu sarana yang dikunjungi banyak orang dan berpotensi menjadi tempat persebaran penyakit. TTU meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan hotel, dan lain-lain, sedangkan TPM meliputi jasa boga, restoran, depot air minum, kantin, makanan jajanan dan lain-lain.

TTU dan TPM yang sehat adalah yang memenuhi syarat kesehatan yaitu memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah (SPAL), ventilasi yang baik, luas lantai/ruangan yang sesuai dengan banyaknya pengunjung dan memiliki pencahayaan ruang yang memadai.

Tempat-tempat umum meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan dan hotel. Dari 704 TTU yang ada di Kabupaten Banyuasin, 548 TTU yang memenuhi syarat (77,98%). Sedangkan untuk tempat pengelolaan makanan meliputi jasa boga, rumah makan/restoran, depot air minum, dan makanan jajanan dengan total jumlah 1.727 TPM, 1.066 TPM memenuhi syarat higiene sanitasi.

 

Gambar 4.15. Jumlah TTU dan TPM di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

 

Dari 2.431 TUPM yang ada di Kabupaten Banyuasin, 368 TPM dibina (55,67%) 108 TPM diuji petik (9,76%).

 

  1. 3. Akses Terhadap Air Bersih

Keluarga yang memiliki akses terhadap  air bersih adalah keluarga yang mempunyai kemudahan dalam memperoleh air bersih dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Adapun sumber air bersih yang biasa digunakan oleh rumah tangga dibedakan sebagai berikut : SGT (Sumur Gali Terlindungi), SGP (Sumur Gali Pompa), SBP (Sumur Bor Pompa), Terminal Air, Mata Air Terlindung, PAH (Penampungan Air Hujan), perpipaan (PDAM, BPSPAM).

Berdasarkan laporan dari Puskesmas, rumah tangga di Kabupaten Banyuasin yang mendapatkan akses air bersih sebanyak 439.460 (54,2%), jumlah ini menurun dari data tahun 2014.

 

Gambar 4.16. Penduduk Dengan Akses Air Bersih di Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

 

  1. Sarana Sanitasi Dasar

Sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi jamban, tempat sampah, dan saluran pembuangan air limbah (SPAL). Dari 239.882 rumah tangga yang ada (811.501 penduduk), tidak semuanya bisa diperiksa karena keterbatasan sumber daya yang ada. Jenis sarana jamban yang digunakan berupa komunal, leher angsa, plengsengan, dan cemplung.

Data yang masuk dari Puskesmas melaporkan bahwa, pada tahun 2015, jumlah sarana jamban berjumlah 196.479, yang memenuhi syarat berjumlah 125.631. Jadi penduduk dengan akses sanitasi layak berjumlah464.826 (57,3%)

Gambar 4.17. Penduduk Dengan Akses Fasilitas Sanitasi di Kabupaten Banyuasin

Tahun 2015

 

 

  1. 5. Pembinaan Kesehatan Lingkungan pada Institusi

Untuk memperkecil risiko terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan akibat dari lingkungan yang kurang sehat, dilakukan berbagai upaya peningkatan kualitas lingkungan, antara lain dengan pembinaan kesehatan lingkungan pada institusi yang dilakukan secara berkala. Upaya yang dilakukan mencakup pemantauan dan pemberian rekomendasi terhadap aspek penyediaan fasilitas sanitasi dasar.

 

  1. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

Dalam rangka meningkatkan kepesertaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, berkembang berbagai cara pembiayaan pra upaya.

Selama tahun 2015, penduduk Kabupaten Banyuasin yang termasuk dalam Jaminan Kesehatan Nasional ; Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebanyak 281.730 orang, dan Jamkesda 497.354 orang.

 

 

 

Gambar 4.18. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Kabupaten Banyuasin Tahun 2015

 

 

 

 

BAB V

SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

 

  1. SARANA KESEHATAN

Sarana pelayanan kesehatan tahun 2015 yang ada di Kabupaten Banyuasin adalah sebagai berikut :

 

Gambar 5.01. Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Banyuasin Tahun 2014

 

 

 

 

  1. Puskesmas

Saat Kabupaten Banyuasin berdiri (tahun 2002), jumlah puskesmas yang ada sebanyak 23 buah. Pada tahun 2015, ada penambahan puskesmas sebanyak dua puskesmas yaitu Puskesmas Suak Tapeh dan Puskesmas Sidomulyo, sehingga akhir tahun 2015 sudah ada 31 Puskesmas yang siap memberikan pelayanan kepada masyarakat Kabupaten Banyuasin. Secara konseptual, Puskesmas menganut konsep wilayah dan diharapkan dapat melayani sasaran penduduk rata-rata 30.000 jiwa. Dengan jumlah penduduk 811.501 jiwa pada tahun 2015, berarti 1 puskesmas di Kabupaten Banyuasin rata-rata melayani sekitar 26.403 jiwa.

Dari 31 puskesmas tersebut, 13 puskesmas diantaranya adalah Puskesmas Perawatan, yaitu Puskesmas Pangkalan Balai, Puskesmas Betung, Puskesmas Dana Mulya, Puskesmas Karang Agung Ilir, Puskesmas Sungsang, Puskesmas Makarti Jaya, Puskesmas Daya Utama, Puskesmas Mariana, Puskesmas Sungai Dua, Puskesmas Sukajadi, Puskesmas Muara Telang, Puskesmas Telang Jaya Telang dan Puskesmas Kenten Laut.  18 Puskesmas lainnya merupakan Puskesmas non perawatan atau puskesmas rawat jalan yaitu Puskesmas Petaling,  Puskesmas Pengumbuk, Puskesmas Srikaton, Puskesmas Semuntul, Puskesmas Talang Jaya Betung, Puskesmas Simpang Rambutan, Puskesmas Sembawa, Puskesmas Sumber, Puskesmas Mekar Sari, Puskesmas Gasing Laut, Puskesmas Tanjung Lago, Puskesmas Cinta Manis, Puskesmas Margo Mulyo, Puskesmas Tirta Harja, Puskesmas Suak Tapeh, Puskesmas Sido Mulyo, Puskesmas Karang Manunggal, dan Puskesmas Tungkal Ilir.

 

  1. Puskesmas Pembantu (Pustu)

Untuk mendukung pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat di desa-desa, didirikanlah Pustu-Pustu. Pada tahun 2015 tercatat ada 102 Pustu di Kabupaten Banyuasin.

Namun, diantara 102 Pustu tersebut, terdapat beberapa bangunan Pustu yang keadaannya rusak total, sehingga sama sekali tidak bisa dimanfaatkan.

 

  1. Rumah Sakit

 

Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana Rumah Sakit (RS) antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dari jumlah RS dan tempat tidurnya serta rasio terhadap jumlah penduduk.

Jumlah RS Umum di Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015 adalah 2 buah, yaitu RSUD Banyuasin ( yang berlokasi di Seterio Kecamatan Banyuasin III) dan RSK dr.Rivai Abdullah ( yang berlokasi di Sei Kundur Kel. Mariana Kecamatan Banyuasin I).

RSUD Banyuasin berdiri dan mulai beroperasi sejak Oktober 2006. RS Sei Kundur (milik Kementerian Kesehatan Pusat) semula adalah RS Khusus Kusta kemudian dikembangkan menjadi RS Umum .

Selain sarana di atas, ada beberapa sarana pendukung kesehatan lainnya, misalnya balai pengobatan atau klinik, praktek dokter, apotek dan sebagainya. Pada tahun 2015 di Kabupaten Banyuasin tercatat ada 9 pusling, 12 balai pengobatan/klinik, 155 praktek dokter perorangan ((RIK dan RIPS), bank darah rumah sakit 1, unit transfusi darah 1, apotek 27, toko obat 7.

 

 

 

 

  1. TENAGA KESEHATAN

SDM yang memberikan pelayanan kesehatan di Kabupaten Banyuasin tahun 2015 di tiap puskesmas dan rumah sakit yang terdata adalah Tenaga medis 114 orang, tenaga keperawatan 574 orang, tenaga bidan 769 orang,  tenaga kefarmasian 56 orang, tenaga kesehatan masyarakat dan sanitasi 158 orang, tenaga gizi 41 orang, terapi fisik 6 orang, teknisi medis 67 orang, tenaga kesehatan lain 91 orang, dan tenaga non kesehatan 112 orang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB VI

PENUTUP

 

Data dan informasi merupakan sumber daya yang strategis bagi pimpinan dan organisasi dalam pelaksanaan manajemen. Oleh karena itu penyediaan data dan informasi yang berkualitas sangat dibutuhkan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan.

Di bidang kesehatan, data dan informasi ini diperoleh melalui penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Perlu disadari bahwa sistem informasi kesehatan yang ada saat ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan data dan informasi kesehatan secara optimal. Hal ini berimplikasi pada kualitas data dan informasi yang disajikan dalam Profil Kesehatan Kabupaten Banyuasin yang diterbitkan saat ini yang belum sesuai dengan harapan.

Namun demikian, diharapkan Profil Kesehatan Kabupaten Banyuasin dapat memberikan gambaran secara garis besar dan menyeluruh tentang seberapa jauh keadaan kesehatan masyarakat yang telah dicapai. Dan Profil Kesehatan Kabupaten Banyuasin ini juga merupakan salah satu publikasi data dan informasi yang meliputi data capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Indikator Indonesia Sehat 2015 (IIS 2015) Kabupaten Banyuasin pada tahun 2015.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan data yang diperlukan dalam rangka penyusunan Profil Kesehatan Tahun 2015 ini.